Powered By Blogger

rss

Minggu, 25 Januari 2009

The Story About Our Little Couples

Laki-laki dan perempuan, jantan dan betina, siang dan malam, baik dan jahat, malaikat dan iblis, atas dan bawah, kiri dan kanan, besar dan kecil dan lain-lain. Sepanjang hidup kita, tentu kita telah begitu akrab dengan "pasangan-pasangan" tadi. Tetapi, sadarkah anda bahwa selain "pasangan-pasangan" yang telah disebutkan tadi teman-teman kecil kita, yang juga menjadi bagian dari diri kita sekaligus penyusun tubuh kita dan benda-benda lain di alam semesta ini yaitu atom-atom damn penyusunnya juga memiliki pasangan-pasangannya sendiri. elektron misalnya memiliki pasangan bernama positron, neutron memiliki pasangan bernama antineutron, proton memiliki pasangan bernama antiproton dan lain-lain... Cerita mengenai pasangan-pasangan ini bermula ketika pada awal abad ke-20 dua pilar penting dalam fisika modern yaitu teori relativitas khusus Einstein dan teori kuantum muncul. Teori relativitas khusus yang digagas oleh Albert Einstein pada tahun 1905 menjelaskan kaitan antara ruang dan waktu dan kaitan antara energi dan massa melalui persamaannya yang amat terkenal E = mc^2. Sementara itu gagasan kuantum yang diajukan Max Planck membawa perubahan besar terhadap cara pandang umat manusia terhadap materi, cahaya yang sebelimnya dianggap hanya merupakan gelombang atau gangguan yang merambat dalam suatu medium, melalui percobaan diketahui bahwa cahaya juga memiliki sifat partikel, sifat yang kurang lebih mirip seperti ketika bola billiard menumbuk benda lain atau bola billiard lain. Max Planck menyatakan bahwa cahaya pasti datang dalam bentuk paket-paket kecil dan dia menamakannya dengan "kuantum", dalam hal ini cahaya tidak hanya memiliki sifat partikel saja atau mempunyai sifat gelombang saja, akan tetapi memiliki kedua sifat. sifat kuantum tidak hanya berlaku pada cahaya saja namun juga berlaku pada partikel. Dari sini, muncullah apa yang dinamakan dengan "Fisika Kuantum". Kemudian masalah muncul ketika teori relativitas khusus Einstein yang hanya berlaku jika benda bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya (kecepatan cahaya c = 300.000.000 m/s) bertemu dengan teori kuantum yang hanya bekerja pada partikel yang bergerak dengan kecepatan rendah dan tidak berlaku ketika partikel tersebut memiliki kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Masalah tersebut terpecahkan ketika pada tahun 1928 seorang fisikawan asal Inggris bernama Paul Adrien Maurice Dirac (1902-1984) memformulasikan sebuah teori tentang elektron dalam medan listrik dan magnet yang melibatkan teori relativitas khusus Einstein. teori bekerja sangat baik dalam mendeskripsikan banyak sifat yang muncul pada pergerakan elektron. Persamaan yang digagas Dirac sekaligus memunculkan sebuah prediksi yang mengejutkan tentang adanya "pasangan" dari elektron. "pasangan" dari elektron ini menurut prediksinya memiliki sifat-sifat yang identik dengan elektron namun memiliki muatan yang berbeda- jika elektron bermuatan negatif, maka "pasangan"-nya memiliki muatan positif.
Paul A. M Dirac


Sejak saat itu pencarian akan kebenaran prediksi Dirac terus diimulai. Bermula pada tahun 1930 ketika Viktor Hess menemukan sumber alami dari partikel berenergi tinggi yang dinamakan sinar kosmik, sinar kosmik ini berasal dari angkasa luar dan ketika menumbuk atmosfer akan memancarkan semacam shower partikel dimana partikel-partikel berenergi lebih rendah akan dipancarkan. Kemudian pada tahun 1932 seorang professor muda dari California Institute of Technology (Caltech) Carl Anderson melakukan penelitian lebih lanjut tentang sinar kosmik dengan menggunakan alatnya yang bernama cloud chamber (bila diartikan berarti kamar awan) dan sebuah plat timah yang dikelilingi oleh magnet. Dalam risetnya ia menemukan adanya partikel yang terbelokkan oleh medan magnet dalam cloud chamber-nya, pembelokan tersebut berbeda dengan pembelokan yang terjadi pada electron ketika terimbas medan magnetik. Partikel aneh tersebut memiliki massa yang sama dengan msaa electron namun memiliki muatan yang berbeda, karena itu garis edar pembelokannya berbeda dengan elektron. Selanjutnya ia menamakannya dengan nama positron, dan sejak saat itulah positron atau biasa disebut juga dengan beta plus dikenal sebagai anti-partikel dari elektron.


Carl Anderson dengan Cloud Chamber-nya



Jejak-jejak elektron dan positron


Penemuan radiasi sinar kosmik menjadi sangat penting dalam riset untuk menemukan partikel-partikel alementer dikarenakan energi tinggi yang dimilikinya, namun untuk mendapatkannya kita harus menuju puncak gunung dimana radiasi sinar kosmik lebih mudah untuk didapat. kasulitan ini membuat ilmuwan berpikir tentang bagaimana mendapatkan partikel dengan energi yang tinggi tanpa harus pergi ke puncak gunung, dan pada tahun 1930 Ernest O Lawrence menemukan sebuah alat bernama
cyclotron yaitu sebuah alat yang dapat mempercepat partikel seperti proton sehingga dapat menaikkan energinya hingga beberapa puluh Mega elektron volt (MeV). Alat ini berukuran relatif kecil yaitu berdiameter 4 inci atau 10 cm. Cyclotron Lawrence menjadi penggerak bagi para ilmuwan untuk menemukan "pasangan" dari proton yaitu antiproton. Pada tahun 1954 Lawrence mengembangkan hasil penemuannya tersebut dan terciptalah yang dinamakan Bevatron (kepanjangan dari Billion of eV Synchrotron). Bevatron mendapatkan namanya dikarenakan kemampuannya untuk memberikan energi pada partikel sampai orde milyaran elektron Volt (GeV). Bevatron dapat menumbukkan dua buah proton secara bersamaan dengan energi 6,2 GeV yang diharapkan dapat memproduksi antipositron. Sementara itu di tempat yang sama sebuah tim yang beranggotakan fisikawan-fisikawan yang dipimpin oleh Emilio Segre' merancang dan membuat sebuah detektor khusus untuk mendeteksi keberadaan antiproton. Dan akhirnya, pada tahun 1955 Segre' dan timnya (O. Chamberlain, C. Wiegand and T. Ypsilantis) berhasil membuktikan keberadaan antiproton. Kemudian hanya dalam waktu setahun setelah ditemukannya antipositron tim kedua yang bekerja di Bevatron (B. Cork, O. Piccione, W. Wenzel and G. Lambertson) mengumumkan bahwa mereka berhasil menemukan keberadaan antineutron yang merupakan "pasangan" dari neutron.


Dari sini kita telah mengetahui bahwa partikel-partikel pembentuk atom yaitu elektron, proton dan neutron masing-masing memiliki antipartikelnya sendiri-sendiri. selanjutnya pertanyaan yang muncul adalah: jika partikel-partikel berikatan bersama dan membentuk suatu atom, maka, dapatkah suatu antiatom terbentuk jika antipartikel-antipartikel berikatan? Jawaban dari pertanyaan tersebut terjawab setahap demi setahap, tahap pertama terjadi pada tahun 1965 ketika dua tim fisikawan, satu tim yang dipimpin oleh Antonino Zichichi menggunakan synchrotron proton di CERN, dan tim kedua yang dipimpin oleh Leon Lederman menggunakan Alternating Gradien Synchrotron (AGS) di Brookhaven National Laboratory, New York berhasil mengamati keberadaan antinukleus (anti dari inti atom) yaitu antideuteron (deuteron merupakan nukleus/inti atom yang tersusun atas iakatan antara proton dan neutron) yang merupakan hasil ikatan antiproton dan antineutron. Tahap selanjutnya adalah bagaimana membuat positron (antielektron) dapat terikat bersama pada antinukleus dan membentuk suatu antiatom. dan pada tahun 1995 sebuah tim yang terdiri atas fisikawan-fisikawan yang berasal dari Jerman dan Italia berhasil memproduksi antiatom pertama tepatnya antiHydrogen dengan menggunakan sebuah mesin khusus di CERN yaitu Low Energy Antiproton Ring (LEAR). LEAR bekerja berkebalikan dengan akselerator partikel dimana LEAR "memperlambat" antiproton. setelah antiproton "diperlambat maka kemudian sebuah positron akan dipaksakan untuk berikatan dengannya sehingga terbentuklah suatu atoim antiHydrogen, antimateri dari atom yang sebenarnya. Namun, ketika antiHydrogen ini terbentuk, antihydrogen bergerak dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya dan tidak bertahan lama (kira-kira 40 nanodetik atau 40*10^-9). Para Ilmuwan masih terus melakukan riset untuk mengetahui perilaku sebenarnya dari antihydrogen ini.



LEAR (Low Energy Antiproton Ring)


Nah... Penemuan antiHydrogen ini menjadi tonggak yang sangat berperan dalam studi selanjutnya mengenai AntiWorld sepertihalnya dengan peranan atom hydrogen membantu manusia dalam memahami alam semesta karena tiga per empat dari keseluruhan alam semesta kita ini tersusun oleh hydrogen.


0 comments: